--------------------------------------------
Sumber:
Majalah Rohani Vacare Deo
( http://www.holytrinitycarmel.com )
Edisi : Jan 2008
--------------------------------------------
Nuansa Karmel: Pemelajaran Dari Hal-Hal Kecil
(Meneladani Santa Theresia Lisieux)
Oleh : Sdr. Ignatius Septo Pramesworo
Pengantar
Rasanya tidak aneh jika ada pendapat bahwa untuk dapat
berbuat baik seseorang perlu dididik. Dididik di sini
mempunyai pengertian bahwa selama hayat dikandung badan dia
akan tetap menjadi murid. Dia harus tetap belajar. Kata
pemelajar adalah kata baru dalam Bahasa Indonesia untuk
pembelajar. Proses dari pemelajar dalam mencari pengetahuan
dan mendapatkan pengalaman adalah pemelajaran. Pemelajar
dapat menerima pendidikan melalui pendidikan informal, yaitu
dididik di dalam keluarga dan masyarakatnya, dan melalui
pendidikan formal, misalnya: belajar di sekolah dan di
perguruan tinggi. Namun pada kenyataannya pendidikan
informal lebih mengambil peranan penting karena dapat
dikatakan belajar adalah suatu proses yang terus-menerus.
Menurut tempatnya tadi dapat dikatakan bahwa seseorang tidak
perlu harus belajar di sekolah untuk menjadi sopan, atau
untuk menghormati orang tuanya seorang anak tidak harus
mengikuti kursus di tempat-tempat kursus kepribadian.
Untuk menjadi kudus, apakah seseorang harus mengikuti kursus
alkitab dahulu? Ataukah harus belajar di fakultas filsafat
atau teologi di perguruan tinggi dahulu untuk menjamin
seseorang menghayati dan melaksanakan ajaran Yesus Kristus?
Jawabannya pasti tidak perlu! Namun setiap pemelajar wajib
menambah pengetahuannya dan menjadi pandai selama itu untuk
kemuliaan Allah, seperti tertulis dalam Kitab Suci. Sebagai
contoh kecil adalah dari Kitab Amsal, jika dicerap dan
diperhatikan dengan seksama kitab ini membahas banyak hal
mengenai pendidikan formal dan informal yang dapat
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya, dan
hal ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk diri
sendiri pada khususnya. Jika direnungkan untuk menjadi baik
atau besar di mata Tuhan seseorang tidak perlu berbuat
sesuatu yang besar. Tuhan Allah mencintai perkara-perkara
kecil, juga kurban-kurban kecil untuk kemulian-Nya sesuai
dengan kerendahan hati seseorang. Jadi pada hakikatnya
setiap insan Kristiani wajib dan bertanggungjawab untuk
menjadi "baru" setiap saat baik dalam kehidupan
spiritualitas maupun kehidupan intelektualitasnya. Dan semua
pengetahuan serta pengalaman baru yang telah didapatnya
walau sekecil apa pun harus semata-mata diperuntukkan
pendekatannya pada kekudusan dan kemuliaan Tuhan.
Theresia dan Pemelajarannya
Theresia belajar menyangkal diri. Theresia banyak melakukan
hal-hal dari yang kecil sampai kepada hal-hal yang
menyakitkan dan itu semua dia lakukan untuk memuliakan
Yesus. Banyak hal yang dapat diambil dari penyangkalan diri
Theresia ketika dia harus mengambil posisi tempat duduk yang
paling tidak enak karena dia merelakan posisi tersebut untuk
suster-suster yang lain. Kehidupan biara yang bersama-sama
menuntut Theresia untuk belajar menerima perlakuan suster
lain yang kurang mengenakkan hati. Theresia belajar dari
hal-hal kecil bagaimana harus mengatasi pergolakan batin;
kejengkelan yang mungkin timbul akibat perlakuan suster lain
disadari sepenuhnya sebagai kehadiran Tuhan Yesus pada diri
suster tadi. Belajar menerima ketidakenakkan adalah hal yang
sulit, namun bagi Theresia hal ini dipersembahkannya sebagai
hadiah untuk Pangerannya yang dicintai. Hal ini dapat
terlihat dari renungannya: "Aku harus berusaha bergaul
dengan suster-suster yang bagiku kurang menyenangkan,
menjalankan di antara hati-hati yang terluka ini peranan
orang Samaria yang baik. Satu kata, satu senyum penuh kasih
sering mencukupi, agar hati yang sedih dapat terhibur."
Theresia yang selalu tersenyum dalam derita yang harus
dihadapinya menumpahkan segala isi hatinya dengan cara yang
manusiawi sekali. Renungan-renungannya lebih berisi luapan
api cintanya yang berkobar atas imannya yang begitu besar
kepada Yang Maharahim. Rasul Paulus mengatakan bahwa: "Jika
demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada!
Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan
berdasarkan iman!" (Roma 3:27). Santa Theresia selalu
menggambarkan setiap "kurban kecil" ini sebagai sekuntum
mawar yang dipersembahkan bagi Dia. Oleh karenanya Theresia
selalu digambarkan dengan "bunga mawar dan senyum".
Belajar sebagai Tanda Cinta
Santa Theresia banyak belajar dari Yesus yang dicintainya
karena ia merasa, di dalam perutusannya baik di dunia maupun
setelah kematiannya, ada banyak hal yang dapat dia teladani
dari Yesus Kristus. Theresia mengatakan bahwa akhir hidupnya
bukanlah akhir dari perutusannya namun merupakan awal dari
pemelajaran dan tugasnya, untuk salah satunya, menyelamatkan
jiwa-jiwa. Hal ini sesuai dengan salah satu renungannya:
"Jiwa-jiwa, Tuhanku, kami membutuhkan jiwa-jiwa. Khususnya
jiwa rasul dan martir, supaya melalui mereka kami dapat
menyalakan banyak pendosa yang malang itu dengan api cinta
kasih-Mu."
Perutusan menurut Theresia adalah mengajarkan kepada banyak
jiwa untuk mempunyai kerendahan hati dan kepasrahan dalam
hidup. Untuk itu pula ia tanpa sadar dan karena kerendahan
hatinya telah menyumbangkan sesuatu yang dapat menjadi
inspirasi bagi penerus serta orang lain untuk mencintai
Yesus Kristus dan sesama, contoh: "Semakin aku dipersatukan
dengan Yesus, semakin lebih kucintai saudari-saudariku."
Hal yang dapat diambil dari Santa Theresia adalah
keteladanannya, cintanya yang total kepada Sang Pangeran dan
juga karya-karya cintanya. "Kekasihku Yesus, alangkah Engkau
nampak lembut dan rendah hati di bawah selubung hosti putih.
Tak mungkin Engkau lebih merendahkan diri lagi untuk
mengajarkan kerendahan hati kepadaku."
Untuk dapat menyelami hati Yesus Kristus, Sang Pengantinnya,
melalui waktu-waktu doanya, Theresia menyendiri dalam
keheningan dan kemudian merenungkan serta menyelami
hubungannya yang sangat pribadi dengan Pangerannya. Dia
selalu mencari kesempatan untuk terus berdoa dan berdoa. Hal
ini seperti tertulis dalam Matius 14:23 "... Yesus naik ke
atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah
malam, Ia sendirian di situ." Walau berawal dari hal yang
harus dipaksa dan kemudian menjadi sesuatu yang rutin
akhirnya Theresia banyak membuat renungan berupa: syair
(stanza), di sini disebut puisi, doa, pemikiran-pemikiran,
dan kumpulan surat-surat. Banyak dari renungan Theresia yang
kemudian dikumpulkan oleh Ibu Agnes dari Yesus, yang tidak
lain adalah kakak perempuannya. Maka tak pelak lagi Santa
Theresia Lisieux adalah salah satu dari tiga santa yang
dipilih sebagai Pujangga Gereja.
Santa Theresia Lisieux : Pemelajar yang Besar
Banyak cinta yang diungkapkan oleh Santa Theresia untuk
Yesus Kristus, Pengantinnya dan cinta itu begitu mendalam
dan berkobar. Apa pun bentuknya, dan tidak perlu secara
fisik, dapat mengubah diri Theresia menjadi "seseorang" yang
dipenuhi oleh Roh Kudus dan kemudian memandang cinta bukan
lagi memberi tetapi Theresia diubah oleh aspek-aspek
cintanya menjadi seorang yang ingin menderita dalam
kebahagiannya dengan Yesus Kristus yang amat dicintainya.
Hal ini terlihat ketika dalam keadaan sakit Theresia makin
menambah panas cintanya kepada Sang Kekasih. "Aku tidak
menghiraukan penyakit yang membawaku terlalu perlahan-lahan;
yang kuperhatikan sekarang adalah cintakasih. Aku mohon
kepada Tuhan, agar semua doa yang dipanjatkan untukku,
menambah api yang harus membakar aku."
Membaca karya-karyanya tidak diragukan lagi bahwa Theresia
adalah seseorang yang jenius dan kudus. Beberapa hal di sini
membuktikan bahwa pemelajaran dapat ditumbuhkembangkan
dengan ketekunan dan ketotalan diri yang penuh karena karya
yang mau dihasilkan adalah untuk Dia semata. Walaupun
berdasarkan kenyataan banyak karya Theresia ditulis bukan
karena hasil pendidikannya namun karena pada awalnya
merupakan suatu keharusan dalam memberikan suatu hadiah. Ini
adalah tradisi Biara Karmel bahwa setiap biarawati wajib
memberikan hadiah kepada biarawati lain pada saat-saat
tertentu. Tulisannya yang pertama muncul pada bulan Februari
1893, hal ini dilakukan Theresia karena menjawab permohonan
biarawati lain. Akan tetapi pada bulan Desember 1893
Theresia menulis karyanya yang pertama yang disebut pious
recreation dalam bentuk prosa sepanjang 381 baris. Pada
tahun yang sama bulan April, Theresia menulis puisi untuk
dirinya sendiri berjudul "Santa Cecilia". Setelah itu
Theresia mulai menulis puisi terus-menerus terutama untuk
memuliakan Dia. Seluruh puisinya berjumlah 54 buah yang
ditulis sejak bulan Februari 1893 sampai dengan Mei 1897.
Dapat dibayangkan pemelajar yang telah menulis dalam kurun
waktu selama 3 tahun 3 bulan dan tidak mempunyai latar
belakang pendidikan kesusastraan mampu menulis renungan atau
karya sastra lain yang begitu indah.
Dari seluruh karyanya dan informasi yang didapat maka dapat
ditarik beberapa hal bahwa Santa Theresia tidak pernah
belajar secara formal aturan-aturan dari siapapun dan dari
manapun. Theresia belajar menulis pada saat jam istirahat
biara atau pada waktu rekoleksi. Hal lain yang dapat dilihat
adalah bahwa ia menulis tidak menggunakan aturan penulisan
sastra yang sudah dibakukan pada saat itu. Namun kekurangan
ini sekaligus menjadi keunggulannya karena Theresia secara
bebas telah menulis dan mengekspresikan cintanya kepada Yang
Maharahim tanpa ada batasan. Theresia juga tidak menggunakan
irama di dalam menulis karena memang pada saat itu tidak
terdapat buku petunjuk mengenai penulisan karya sastra di
perpustakaan Biara Karmel. Biasanya, hasil karyanya hanya
diperuntukkan teman-teman biarawati Karmel yang khusus
memintanya, oleh karena itu hasil karyanya yang berbentuk
puisi lebih bersifat personal. Hasil karyanya diberikan
kepada teman-temannya, misalnya pada saat postulant menjadi
novis, kaul sementara, dan kaul kekal. Biasanya Theresia
akan menulis begitu saja dengan bebas terlebih dahulu dan
kemudian membacanya berulang-ulang sampai ia puas. Hal yang
dapat memuaskan Theresia adalah kedalaman cintanya yang
terlukis pada kata-kata dalam setiap puisinya. Latar
belakang dari karya tulisnya tidak hanya berhubungan dengan
cintanya yang berkobar kepada Yesus Kristus dan Bunda Maria
tetapi juga dilatarbelakangi pada kekagumannya pada Santa
idolanya, Jeanne d'Arc dan menceritakan juga masalah
kemiskinan. "Waktu aku mulai mempelajari sejarah Perancis,
serta kepahlawanan Santa Jeanne d'Arc memenuhi dengan
semangat; dalam hatiku kurasakan keinginan dan keberanian
menirunya; kesanku bahwa Tuhan menentukan aku, seperti dia,
untuk hal-hal yang besar. Aku tidak berkhayal, bedanya: aku
tidak mendengar 'suara dari surga' dengan ajakan untuk
berjuang, melainkan dalam lubuk jiwaku aku mendengar suara
yang lebih manis dan lebih nyaring: Suara Sang Mempelai para
perawan yang memanggilku kepada kepahlawanan lain,
kemenangan yang lebih mulia. Di dalam kesunyian Karmel aku
mengerti, bahwa perutusanku bukan membuat seorang raja
manusia dimahkotai, melainkan membuat Raja Surgawi dicintai,
menaklukan hati-hati bagi kerajaan-Nya."
Hasil karyanya yang terakhir adalah sebuah lagu ungkapan
syukur berjudul "Why I Love You O Mary". Karya ini merupakan
sebuah lagu syukur yang dapat dikategorikan sebagai himne
liturgy atau doa.
Di bawah ini adalah salah satu karya Theresia yang diberikan
kepada Suster Marie-Madeleine pada saat profesinya. Suster
Marie Agnes dari Holy Face berganti nama menjadi Marie dari
Trinity pada tahun 1896. Bagi Suster Marie-Madeleine ini
adalah kedua kalinya dia menerima jubah biara, karena
sebelumnya - yang pertama kali - dia harus meninggalkan
biara Karmel yang letaknya di Avenue de Mesine karena sakit.
Di dalam puisi ini Suster Agnes digambarkan oleh Theresia
sebagai anak domba yang lemah. Kata "kamu, mu, atau nya"
dapat berarti Suster Agnes dan kata "Kamu atau Mu" dapat
berarti Yesus atau Bunda Maria.
Aku dekat sekali denganMu, Perawan Maria
(18 Desember 1894)
Terjemahan bebas oleh ISP
1. Aku dekat sekali denganMu, Perawan Maria,
Yang kami puji sepanjang hari hingga malam ini.
Sekaligus mendoakanmu dan Bayi terkasih dalam kandunganMu,
Bunda Maria
Yang merupakan satu-satunya harapanmu dan Bunda.
2. Pada pesta yang terberkati ini yang sesuai dengan
rencanamu
Engkau telah membuat hati Bunda benar-benar gembira
Engkau bagaikan mendirikan tendamu di Gunung Karmel
Dan seperti menunggu kaul perkawinanmu yang suci.
3. O Bunda yang lembut, pada hari yang indah ini
Kembalikanlah seluruh kenangan manis untuknya
Dan juga pada hari-hari yang lain dalam hidupnya.
Bunda datanglah dan selubungilah dirinya dengan mantolMu.
4. Pada akhirnya kerudung yang kasar akan diberikan kembali
kepadanya.
Dua kali dia telah menerima jubahnya.
Bunda, perkenankanlah dia menerimanya
Menjadikannya untuk mendapatkan semangatMu dengan berlipat
ganda.
5. Dia memuji, "Saya sekarang mempunyai keberanian ."
"Saya melakukan hal yang benar," Kami telah menyampaikannya
diantara kami.
Dia memuji, "Saya akan mulai bekerja!"
Disini pekerjaan tidak akan pernah habis! ...
6. Kekuatan atau keberanian adalah suatu hal yang sangat
penting.
Sehingga dia dapat bekerja dengan sepenuh hati,
Bunda, percantiklah kedua pipinya dengan
Warna yang cerah cemerlang seperti sekuntum mawar! .
7. Untuknya, penantian telah berakhir.
Hatinya kini lebih mengenal kedamaian Surga.
Pada Hari Natal ini Yesus ingin datang melihatnya
Dan dia akan datang dan mengenakan jubah biarawati untuk
pertunangannya.
8. Bunda yang lembut, semoga Yesus berkenan kepadanya
Bunda, Engkau akan sembunyikan dia seperti anak domba yang
ada dalam penglihatan Yesus.
Disuatu tempat dimana ia bisa mendapatkan kasih sayang,
Dan tidak lagi membutuhkan tempat buaian yang lain.
9. O Bunda Maria, semoga Engkau berkenan mengabulkan
Permohonan-permohonan dari dombamu yang lemah ini.
Sepanjang malam ini sebagai bagian dari kehidupan ini,
Sembunyikan dia dibawah mantolMu.
10. Dengarkan seluruh doanya,
Dan perkenankanlah hati keibuanMu
Untuk menerimanya dan O Bunda simpanlah dia dalam waktu yang
lama dan lebih lama
Serta kembalikan dia kepada Karmel tercintanya! .
Sharing :
* Bagaimana pengalaman Anda pribadi dalam usaha menerapkan
segala kebajikan-kebajikan yang ada? Perjuangan-perjuangan
apa yang Anda hadapi dalam usaha tersebut? Sudahkah Anda
berusaha seperti Santa Theresia Lisieux dalam mencapai
kekudusannya? Sharingkanlah pengalaman tersebut dalam sel
* Theresia Lisieux banyak belajar dari Yesus sendiri, ia
selalu berusaha melakukan apa yang dilakukan oleh Yesus. Ia
merupakan seorang pemelajar yang baik. Bagaimana dengan diri
Anda sendiri, apa yang selama ini telah Anda pelajari dan
lakukan dalam kehidupan sehari-hari? Siapa atau apa yang
menjadi panutan Anda dalam pemelajaran ini? Sharingkanlah
hal tersebut dalam sel.
Dalam Kasih Kristus,
Redaksi VacareDeo
======================================
Silahkan bagikan renungan ini ke teman terdekat Sdr/i.
Tuhan memberkati.
======================================
Bagi yang ingin mengutip/menyebarkan artikel ini,
harap tetap mencantumkan sumbernya. Terima kasih.
Sumber:
Majalah Rohani Vacare Deo
( http://www.holytrinitycarmel.com )
Edisi : Jan 2008
======================================
Ikutilah milis Renungan VacareDeo,
setiap bulan dg 2 artikel pilihan.
Untuk bergabung, kirim email ke:
renungan-vacaredeo-subscribe@yahoogroups.com
Suka dengan artikel ini? [Bagikan artikel ini ke teman2-mu di FACEBOOK. Klik disini]