"Kita sebagai umat Katolik sering dihadapkan pada pertanyaan, bagaimana hidup beriman bisa diwujudkan dalam situasi jaman dan kondisi masyarakat yang seperti ini? Atau, bagaimana kontekstualisasi iman mampu memperbaiki keadaan yang seperti ini?"
Renungan Tutup Tahun
Menjadi Komunitas Berpengharapan
http://www.gsn-soeki.com/wouw/
(Sumber: Hati Kudus Yesus Newsletter 31 Desember 2006)
(Penulis: Yudhit Ciphardian)
Ada yang menyebut tahun 2006 sebagai Tahun Bencana mengingat rentetan bencana yang menimpa negeri ini, baik itu yang dikarenakan fenomena alam maupun kesalahan manusia (human error) Ada juga yang menyebut tahun 2006 adalah Tahun Wacana. Negara (baca: pemerintah) sering hanya berwacana tanpa melakukan tindakan nyata. Berbagai persoalan bangsa seperti pemberantasan korupsi, peningkatan kesejahteraan rakyat berupa pendidikan, kesehatan, kerja yang layak dan hidup bersama yang aman, damai dan tenteram hanya sering muncul dalam pidato tanpa ada bukti yang kongkret. Yang tampak di depan mata justru problem-problem nyata seperti gizi buruk, busung lapar, sekolah minus, pengangguran yang terus meningkat, kemiskinan dan problem-problem kemanusiaan lainnya.
Sepanjang tahun 2006 pemerintah selalu memakai ukuran makro (skala besar) dalam menilai tingkat kesejahteraan rakyat seperti angka pertumbuhan ekonomi, tinggi investasi modal yang masuk ke Indonesia, angka inflasi mata uang dan lain sebagainya. Sementara, indikator-indikator mikro (skala kecil) seperti harga kebutuhan pokok yang terus naik, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan serta kemiskinan dan pengangguran kerap dilupakan. Apa yang dulu menjadi aspirasi rakyat berupa reformasi total kini semakin bias tak tentu arah. Elit politik terus sibuk dengan kepentingan pribadi dan golongannya sendiri.
Birokrasi idem ditto, terus menumpuk kekayaan dengan pungli dan praktek korupsi tak kasat mata di mana-mana. Indeks Pembangunan Manusia kita tertinggal jauh dengan sesama negara ASEAN yang juga tertimpa krisis tahun 1997 yang lalu. Singkatnya, bangsa ini kehilangan "nation character" (karakter bangsa) yang senasib-sependeritaan dan punya "sense of crisis" (kepekaan terhadap krisis).
Kita sebagai umat Katolik sering dihadapkan pada pertanyaan, bagaimana hidup beriman bisa diwujudkan dalam situasi jaman dan kondisi masyarakat yang seperti ini? Atau, bagaimana kontekstualisasi iman mampu memperbaiki keadaan yang seperti ini?
Sidang para Uskup November 2004 yang mengeluarkan Nota Pastoral 2004 menegaskan bahwa "keprihatinan bangsa adalah keprihatinan gereja" sembari meminta kita untuk menjadi komunitas berpengharapan.
Komunitas berarti sekumpulan orang beriman yang disatukan oleh terang Injil untuk melakukan karya-karya nyata bagi sesama. Komunitas bukan gerombolan dan oleh karenanya selalu disatukan dalam kasih dan iman. Komunitas selalu berbela rasa, baik dengan sesama komunitas maupun dengan orang lain di luar komunitasnya.
Komunitas umat Katolik yang selalu bekerja dalam terang Injil akan merasa bersalah jikalau tidak terlibat dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan bersama (bonnum communne). Bersama-sama menyembuhkan bangsa mulai dari menyembuhkan habitus kita sendiri. Bersama Paulus kita bisa berkesaksian, "celakalah aku jikalau aku tidak bangkit bergerak membangun keadaban publik baru bangsa ini". Pilihan menjadi Katolik terkait erat dengan komitmen kita membangun bangsa. Sebagai murid Yesus yeng menangisi Yerusalem, kita menangisi Indonesia yang sedang terpuruk dan digerogoti virus ini, lalu bangkit bergerak melakukan sesuatu yang konkrit terhadap masyarakat sekitar demi cinta kita pada Tuhan.
Selalu ada harapan bagi setiap orang yang percaya dan punya cinta. Tak ada kata sia-sia, tak ada yang tak ada solusi, tak ada yang membuat kita berpangku tangan. Setiap orang Katolik dan setiap jemaat Katolik adalah komunitas berpengharapan. Di "ujung sana" Tuhan menunggu. Namun di sisi kita berdiri, bahkan dalam hati kita masing-masing, Tuhan sekaligus menguatkan dan memberkati, memampukan dan menuntun. Kita adalah Imanuel yang bergerak menyembuhkan keadaban publik yang telah keropos.
Mari bangkit dan bergerak menyongsong 2007 dengan kapala tegak. (@)
Suka dengan artikel ini? [Bagikan artikel ini ke teman2-mu di FACEBOOK. Klik disini]