JawaPos Rabu, 18 Apr 2007,
Belum Ada Sanksi Jelas
http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=281166
http://www.gsn-soeki.com/wouw/
Meski hanya sepuluh persen penduduk Indonesia yang memanfaatkan internet, dalam soal kejahatan dunia maya, Indonesia menempati posisi ketiga. Berikut petikan wawancara dengan pakar IT KRMT Roy Suryo Nitidiprojo.
Bagaimana posisi Indonesia dalam cyber crime internasional?
Pengakses internet di Indonesia hanya 14,4 juta atau 6,6 persen di antara total penduduk. Namun, Indonesia menduduki peringkat ketiga kasus cyber crime di dunia. Posisi ketiga itu sudah mending. Sebab, pada 2002 menurut data e-commerce, Indonesia menduduki peringkat kedua, di bawah Ukraina. Dengan menggunakan UU yang ada, seperti UU Telekomunikasi, UU Money Laundering, UU Perlindungan Konsumen, dan KUHP, kita bisa menjerat beberapa kejahatan dunia maya.
Apa urgensi UU Informasi dan Transaksi Elektronik?
Kita butuh UU khusus untuk mengatur keabsahan sebuah transaksi elektronik. Kita memulainya sejak masih Kementerian Kominfo dengan menggabungkan dua RUU yang diusulkan Unpad dan UI. Dibentuk Tim Khusus seperti Pak Ahmad Ramli, Prof Leica Marzuki, dan saya (Roy Suryo) dan mulai dibahas November 2005. Komisi I DPR menargetkan Juni atau Juli 2007 RUU ITE itu terbit.
Bentuk kejahatannya?
Teknologi sudah masuk ke masyarakat. Indonesia tidak terlalu ketinggalan, hanya banyak yang menyalahgunakan teknologi. Misalnya, banyak SMS palsu, carder (pembeli barang-barang dari internet dengan account perbankan milik orang lain), blog atau situs palsu, friendster yang digunakan untuk memalsukan identitas seseorang.
Dalam tataran hukum, kasus-kasus tersebut tidak bisa diselesaikan dengan hukum formal. Padahal, kalau mau, itu bisa karena sudah ada contohnya. Di Jogja sudah ada carder bernama Bethels Pangkur, yang membeli sarung tangan dan jaket dengan kartu kredit milik orang Amerika Serikat. Kasusnya bisa ditangani dengan UU Telekomunikasi dan KUHP.
Namun, bukti digital (digital evidence) belum menjadi alat bukti utama, baru menjadi petunjuk yang harus dikuatkan dengan saksi ahli dan bukti pendukung lain. Itu kan menyulitkan bagi penertiban hukum Indonesia dan menyulitkan orang-orang yang mau melakukan transaksi secara benar di dunia maya.
Meski pengguna internet kurang dari 10 persen, dampaknya terhadap transaksi keuangan yang lain besar sekali. Jangan hanya pandang internetnya, tapi UU itu mampu mengesahkan bukti digital sebagai alat bukti. Sekarang bukti pembayaran bagi calon penumpang airline tertentu, pengguna kartu ATM, internet banking, mobile banking, tidak punya dasar hukum. Itu hanya upaya mengikuti aturan perbankan, bukan bukti yang bisa diterima semua pihak, termasuk di mata hukum.
Soal sanksi bagaimana?
RUU ITE yang terdiri atas 14 bab ini memiliki ketentuan hukum, namun hanya me-refer pada perundang-undangan yang ada. Kalau ada kasus yang berkaitan dengan telekomunikasi, nanti me-refer pada UU Telekomunikasi. Soal HAKI nanti me-refer pada UU Hak Atas Kekayaan Intelektual, sanksi pidana juga me-refer pada KUHP, dan sebaginya.
Pencurian di dunia maya kan selama ini tidak bisa masuk dalam ketentuan pasal 362 KUHP karena locus delicti (tempat kejadian perkara, Red)-nya tidak jelas. UU ITE memastikan bagaimana mencari locus delicti, bagaimana memastikan time possibility dengan menggunakan data-data digital. Jadi, UU ini menguatkan alat bukti yang dulu bukan alat bukti sekarang bisa menjadi alat bukti.
Pesan SMS kan beda dengan kuitansi bermeterai. Kalau kuitansi bermeterai, hakim tidak perlu tanya meterainya beli di mana, nempelnya kapan, dan sebagainya. Beda dengan SMS. Print out-nya kan tidak bisa ditanyakan pada pemilik nomor, masih harus memutar menanyakan dulu ke operator dan saksi ahli. Dengan UU ini, kalau pesan tersebut dinyatakan sah dimiliki satu nama, itu sudah bisa menjadi alat bukti di persidangan.
Menjangkau public domain?
Tentu bisa. Kita contohkan pencurian listrik. PLN bisa menjadikan bukti pengurangan tagihan atau kerugian finansial sebagai alat bukti di persidangan. Begitu juga warnet. Dengan print out key logger atau log access sudah sah menurut UU ITE untuk menjadi bukti kejadian kejahatan, itu minimal membuktikan bahwa pada jam sekian, tanggal tertentu, terjadi akses internet setidak-tidaknya satu di antara sepuluh terminal yang ada untuk berbuat kejahatan. UU ini juga menuntut warnet untuk bertanggung jawab, tidak asal memberikan akses secara terbuka pada umum tanpa memberikan data-data identitas pengunjung.
Demikian halnya pendaftaran nomor kartu prabayar operator selular. Selama ini kan banyak yang memberikan data-data bohong ketika mendaftar. Misalnya, ada yang mengisi Osama Bin Laden alamat di Iraq selama ini kan tetap sah dan kartunya tetap bisa digunakan karena tidak punya dasar hukum. Dengan UU ITE, operator selular punya dasar untuk mematikan nomor selular yang datanya bohong-bohongan.
Demikian juga print out online ticketing di maskapai penerbangan. Bagaimana mengurus asuransi penumpang pesawat saat ada kecelakaan bila tidak ada tiketnya? Kalau print out itu kita gunakan sebagai input untuk mengecek kode booking dan datanya tepat sesuai identitas penumpang, print out itu sah meski tanpa ada cap atau pengesahan berupa tanda tangan atau surat keterangan yang dikeluarkan maskapai.
Bagaimana kesiapan penyidiknya?
Di Mabes Polri kan sudah ada reskrimsus cyber crime di Bareskrim. Untuk mendukungnya, kita bentuk task force (satuan tugas, Red) Indonesia Computer Emergency Response Team. Anggotanya beberapa peminat teknologi informasi dari Bank Indonesia, kejaksaan, dan penyelenggara jasa internet Indonesia yang bisa membantu tugas aparat. Penyidiknya tetap polisi atau penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dari Kejaksaan Agung atau Dirjen Postel.
Task force ini hanya sebagai pendukung, Memang tidak semua pakar telematika itu mau bergabung ke task force karena dulu mereka adalah pelaku cyber crime, pelindung, mentor, atau minimal takut kepada pelaku cyber crime. Sebab, banyak pakar IT yang dulunya hacker.(noe)
--------------------
Koleksi Semua Artikel: http://www.gsn-soeki.com/wouw/
Suka dengan artikel ini? [Bagikan artikel ini ke teman2-mu di FACEBOOK. Klik disini]