Sidang KWI tahun ini pun mengeluarkan sebuah Nota Pastoral dengan judul Habitus Baru Demi Kesejahteraan Bersama; Keadilan bagi Semua: Pendekatan Sosio-Ekonomi. Secara garis besar Nota Pastoral (NP) ini berisikan 4 (empat) hal pokok:
Pertama, melihat kondisi Indonesia; dan dari kondisi Indonesia ini kemudian secara khusus dirumuskan "Masalah Sosio-Ekonomi". Kedua, "Masalah Sosio-Ekonomi" itu kemudian dipandang serta diartikan dalam terang iman, dan dari sana kami sampai pada "Tanggapan Pastoral". Ketiga, "Tanggapan Pastoral" tersebut dicermati kembali untuk menentukan arah "Gerakan Sosio-Ekonomi". Keempat, seturut arah "Gerakan Sosio-Ekonomi" itu ditentukan rancangan gerakan yang hendak diupayakan untuk memperbaiki keadaan hidup bersama di Indonesia melalui usaha sosio-ekonomi. NP pada akhirnya mengajak Gereja untuk menatap ke depan dengan langkah-langkah berikut:
Gereja Membaharui Komitmen. Panggilan Gereja adalah untuk mewartakan harapan akan keadilan di tengah dunia yang ditandai dengan pelbagai praktek ketidak-adilan. Harapan tersebut dapat terpenuhi jika ada sikap pertobatan, termasuk di dalam tubuh Gereja itu sendiri. Gereja menghayati pertobatannya dengan cara: Pertama, membarui tekad untuk bersama kaum miskin dan lemah terus menumbuhkan sikap berani memulai dengan kekuatan dan potensi yang ada, betapa pun kecilnya, tanpa menggantungkan diri pada inisiatif pemilik modal besar. Kedua, mendorong mereka yang diberkati dengan kekuatan ekonomi besar agar lebih jujur dan seksama dalam mencari jalan untuk memperbaiki hidup kaum miskin dan lemah. Ketiga, mendorong dan mendesak para pembuat kebijakan publik untuk berubah dari kecenderungan memperdagangkan jabatan dan mandat rakyat bagi keuntungan sendiri menuju keberanian membuat dan melaksanakan kebijakan publik yang sungguh-sungguh berpihak kepada kaum miskin dan cita-cita kesejahteraan bersama. Keempat, mendorong para cerdik-cendekia untuk aktif terlibat mengkaji dan menentang gagasan serta cara-cara berpikir, termasuk dalam bidang ekonomi, yang merugikan kaum miskin dan lemah. Kajian itu diharapkan menjadi jalan bagi penemuan cara berpikir dan gagasan-gagasan yang menempatkan kesejahteraan bersama sebagai cita-cita utama.
Prinsip-Prinsip Perekonomian yang Adil. Setelah menyatakan pertobatan dan membarui komitmen, Nota Pastoral menyampaikan beberapa prinsip dasar yang kiranya perlu diperhatikan bersama dalam menentukan langkah ke depan menuju perekonomian yang adil. Perekonomian yang berkeadilan terarah pada peningkatan kesejahteraan bersama dan pelestarian seluruh alam ciptaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, kesetaraan martabat setiap manusia. Manusia tidak boleh dikorbankan demi keuntungan. Sebaliknya manusia harus selalu "menjadi subjek, dasar dan tujuan" dari setiap kegiatan, termasuk kegiatan ekonomi.[1] Kedua, kesejahteraan bersama. Selain mempunyai hak setiap orang juga mempunyai tanggungjawab untuk meningkatkan kesejahteraan bersama, karena ia hanya dapat hidup dalam kebersamaan. Tolok-ukur tak terbantah dari kesejahteraan bersama sebuah masyarakat adalah mutu kehidupan warganya yang paling lemah. Ketiga, solidaritas. Solidaritas adalah kesetiakawaan untuk bersama-sama melihat persoalan, mencari dan merencanakan jalan keluarnya, melaksanakan dan mengevaluasinya menurut tolok-ukur kesejahteraan bersama. Prinsip solidaritas adalah kekuatan warga untuk mengorganisir diri menjadi kekuatan sosial, ekonomis dan politis. Keempat, subsidiaritas. Prinsip ini menegaskan apa yang dapat dilakukan oleh unit yang lebih kecil tidak boleh diambil-alih oleh unit yang lebih besar. Dengan memperhatikan prinsip ini kekuatan-kekuatan ekonomi yang besar tidak mencaplok atau menyingkirkan usaha-usaha kaum miskin dan lemah menuju kesejahteraan bersama. Prinsip ini juga mendorong unit yang kecil untuk mengorganisir diri menjadi suatu kekuatan ekonomi yang mandiri.
Prioritas dan Beberapa Langkah Strategis. Prioritas gerakan kita adalah pemberdayaan potensi dan energi ekonomi rakyat. Segala usaha dalam rupa kebijakan publik dan kerjasama dengan pemilik modal berskala besar harus diarahkan pada proses pemberdayaan itu. Prioritas ini mendesak dan untuk itu beberapa langkah berikut perlu. Pertama, gerakan untuk memenuhi kebutuhan dasar warga masyarakat yang miskin, bukan dengan program dan proses yang melahirkan ketergantungan, melainkan melalui upaya-upaya yang membuat potensi dan energi ekonomi mereka muncul dan berjalan. Kedua, gerakan untuk memberdayakan kelompok-kelompok khusus dalam kaum miskin yang secara ekonomi aktif dan yang mempunyai potensi serta energi untuk berkembang. Terutama sangat penting gerakan pemberdayaan melalui pendidikan kewirausahaan dan pembentukan modal tanpa menggantungkan diri pada modal dari sumber modal berskala besar ataupun pemerintah. Ketiga, gerakan untuk mendidik dan membentuk modal secara mandiri. Hal ini tentu tidak dapat dilepaskan dari proses pembentukan sikap saling percaya, kejujuran dalam usaha, kreativitas, inovasi, kualitas, ketepatan waktu, pola hidup hemat dan sebagainya. Keempat, gerakan untuk mendesakkan pengadaan infrastruktur sosial ekonomi yang lebih seimbang di Indonesia, dengan memberi perhatian khusus untuk pengembangan infrastruktur di daerah-daerah tertinggal. Kelima, gerakan untuk memantau arah kebijakan publik dalam bidang ekonomi agar tetap terfokus pada usaha menguatkan dan memberdayakan potensi dan energi ekonomi kaum miskin serta lemah. Keenam, gerakan untuk memantau arah kebijakan publik, dengan perhatian khusus pada pelaksanaan tata-kelola yang baik dan pencegahan kolusi serta jual-beli kebijakan publik. Ketujuh, gerakan bersama mereka yang berkehendak baik dan semua pihak, baik pemerintah maupun dunia usaha, untuk membentuk jaringan usaha-usaha kecil dan mikro yang melatih serta menghadirkan lapangan kerja bagi mereka yang tidak trampil dalam masyarakat. Kedelapan, gerakan untuk melestarikan lingkungan sebagai upaya ekologis yang tidak boleh diabaikan dalam usaha peningkatan kesejahteraan ekonomis.
Memajukan yang sudah ada. Untuk melaksanakan semua ini Nota Pastoral memandang tidak harus memulai dari kekosongan. Sudah ada banyak pemikiran dan kebiasaan yang baik di dalam masyarakat kita, yang dapat kita kembangkan untuk memperkuat saling percaya di antara kita. Di dalam Gereja Katolik Indonesia pun sudah ada sejumlah inisiatif yang patut dijadikan dasar untuk membangun lebih lanjut perekonomian rakyat, misalnya Komunitas Basis Gerejawi, Aksi Puasa Pembangunan (APP) dan Koperasi-koperasi Umat seperti Koperasi Kredit dan Credit union (CU).
Kembangkan Tanggung Jawab Sosial Rakyat
Menyikapi makin sulitnya kehidupan masyarakat akibat impitan kemiskinan dan kesulitan mengembangkan masa depan manusia, Konferensi Waligereja Indonesia atau KWI mendorong pentingnya membangun harga diri dan keswadayaan. Selain itu, KWI juga mendorong untuk menjalin kebersamaan dan kemitraan dengan sesama warga bangsa. Penting pula disuarakan pemikiran yang lebih saksama dari pemerintah dan pengusaha agar rakyat kebanyakan mendapat ruang dan kesempatan yang memadai guna meningkatkan kehidupan ekonomi mereka.
Ia mengungkapkan bahwa kajian itu merupakan hasil dari permenungan tentang keadilan bagi semua warga yang secara khusus dibahas dalam sidang KWI awal November lalu. MD Situmorang berharap, hasil sidang yang telah dituangkan dalam nota pastoral itu akan dipelajari dan dikembangkan bersama oleh umat di tingkat basis. Arahan itu, memang bukan menjadi resep atas persoalan ekonomi masyarakat, namun setidaknya dapat memberi inspirasi bagi masyarakat untuk mengembangkan diri, kemandirian, yang nantinya dapat menggerakkan mereka dalam lapangan ekonomi. Lebih jauh dia mengemukakan, langkah itu dilakukan dalam gerak bersama dengan seluruh warga masyarakat tanpa membedakan golongan.
Pengelolaan ekonomi yang mungkin dapat dikembangkan adalah sistem koperasi (credit union).
Salah satu latar belakang yang menjadi pemikiran itu adalah arus kebijakan ekonomi pemerintah dan arus investasi dirasakan tidak berkaitan langsung dengan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, penting untuk kembali menggerakkan kaum miskin bergerak dengan potensi dan energi sendiri. Mereka adalah kelompok yang secara ekonomi, meskipun kecil, memiliki potensi dan energi yang dapat dikembangkan dalam bentuk kewirausahaan. Langkah itu dilakukan guna memutus ketergantungan rakyat miskin pada pemerintah dan lembaga modal serta investor. Di sisi lain didesakkan pula agar pemerintah lebih berorientasi kepada kaum miskin. Itu menjadi bentuk kepedulian atas kesejahteraan bersama.
--
Posted by Luluk Widyawan's Page to Luluk Widyawan' s Page at 11/21/2006 03:58:00 AM
http://lulukwidyawanpr.blogspot.com/2006/11/nota-pastoral-kwi-2006-habitus-baru.html
(A. Luluk Widyawan, Pr, penulis tinggal di Ponorogo)
Suka dengan artikel ini? [Bagikan artikel ini ke teman2-mu di FACEBOOK. Klik disini]