Koleksi artikel Karir, Komputer, Pengembangan Pribadi, Rohani dll
Home · Terbaru · Populer · Web Links 28 Apr 2025
GSN recommended web :
Ide2 bisnis, ide2 blog dari Cosa Aranda





Search

Artikel Web Link
Kategori
Excel Tips
Film Bioskop
Humor
Karir
Keluarga
Komputer & Internet
Pemasaran
Pengembangan Pribadi
Pernikahan
Relasi
Rohani
Virus & Antivirus
Webmaster
Lain-lain
Feed Back
Nama:
Email:
Pertanyaan/ Masukan/ Request Artikel/ Comment:

. . . .

Untuk mengundang Motivator Top Indonesia di Perusahaan / Organisasi Anda bisa kunjungi website dibawah ini:

Motivator Indonesia

Dimanakah Yesus Berada Ketika Berusia 12-30 Tahun?
THE LOST YEARS OF JESUS:
DIMANAKAH YESUS BERADA KETIKA BERUSIA 12-30 TAHUN?

DR. K.A.M. Jusuf Roni

"Masih banyak hal lain yang dilakukan oleh Yesus. Andaikata semuanya itu
ditulis satu per satu, saya rasa tak ada cukup tempat di seluruh bumi untuk
memuat semua buku yang akan ditulis itu." (Yohanes 21:25)

Keempat periwayat Injil hanya menceritakan kehidupan Yesus ketika Ia
dilahirkan (Matius 1:18-25; Lukas 2:1-7), disunat pada usia 8 hari dan
diserahkan di Bait Allah (Lukas 2:21-40), pemunculan-Nya kembali di tempat
Bait Allah yang sama pada umur 12 tahun (Lukas 2:41-52), dan penampilan
diri-Nya di depan umum setelah dibaptiskan oleh Yohanes, "ketika Yesus
memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira 30 tahun" (Lukas 2:23). Jadi,
ada "waktu kosong" (the silent period) selama 18 tahun, antara usia 12
sampai 30 tahun. "Kekosongan" ini (minimal kalau kita mengikuti pikiran
itu), telah menyebabkan banyak penulis mencoba mengisinya menurut tuntutan
kepentingan mereka.

Dari abad ke abad, khususnya setelah zaman Rasuli yang dimulai pada akhir
abad ke-2 Masehi, berbagai spekulasi mulai berkembang. "Kisah-kisah lancung"
inilah yang akhirnya menjadi tulisan-tulisan apokrifa dan pseudographa.
Literatur ini banyak dijadikan rujukan oleh ahl al-bid'ah (heresy).
Contoh-contoh tulisan apokrif ini misalnya Injil al-Tufuliyah (Arabic Gospel
of Infancy) yang berasal dari abad ke-7 Masehi. Dalam buku ini dikisahkan
bahwa Yesus dapat berbicara pada waktu bayi ketika Yesus sedang digendong
Maryam, ibu-Nya. "Ana huwa Yasu'a Ibn Allah" (Akulah Yesus, Putra Allah),
kata bayi Yesus kepada ibu-Nya, "alladzi walidati kamma basyiruki Jibril
al-Malak wa atta arsalni lil khalash al-'alam" (yang dilahirkan sebagai
berita gembira dari malaikat Jibril kepadamu dan aku diutus untuk
keselamatan dunia).

Selanjutnya, berita Injil Matius 2:13-15 mengenai pelarian ke Mesir, dalam
Injil Palsu Matius (Pseudo-Gospel of Matthew) yang berasal dari abad ke-5
Masehi, dikembangkan menjadi kisah-kisah ajaib berlebih-lebihan, pohon palma
yang membungkuk menuruti perintah kanak-kanak Yesus untuk mengeluarkan
buahnya dan air segar yang memancar dari bawah pohon itu. Demikian pula,
kisah-kisah ajaib mengenai remaja Yesus yang membuat burung dari tanah liat,
dimuat dalam The Gospel of Thomas (Injil Thomas) berbahasa Yunani yang
berasal dari abad ke-3 Masehi. Kisah-kisah ini sangat populer di kalangan
sekte-sekte heretik Kristen di tanah Arab menjelang dan pada saat kelahiran
Islam.

THE DEAD SEA SCROLLS:
MENCARI JEJAK YESUS DI GUA-GUA WADI QUMRAN

Sejak tahun 1947, setelah menemukan manuskrip-manuskrip Laut Mati, para ahli
sibuk mengaitkan dengan sejarah Kekristenan awal. Menurut kesepakatan para
ahli yang terkenal, gua-gua lautan mati menyimpan bukti sejarah orang-orang
eseni (Essene).

Menurut James H. Charlesworth, komunitas Qumran dimulai kira-kira tahun 150
SM, dan berakhir ketika tentara Roma menghancurkan tempat ini tahun 68 M.
Dan dari 11 gua yang dihuni oleh orang-orang Qumran, para penghuni Qumran
meninggalkan bagi kita naskah-naskah kuno, termasuk teks-teks Alkitab
Perjanjian Lama, yang sebagian besar tertulis dalam bahasa Ibrani/Arami dan
sebagian kecil sisanya berbahasa Yunani (khususnya gua 7). Manuskrip terkuno
dapat ditentukan berasal dari tahun 250 SM, jadi 100 tahun sebelum manuskrip
itu dibawa oleh penghuni Qumran dalam tempat-tempat pengungsiannya. Pada
awal penemuan naskah-naskah ini, dunia ilmu pengetahuan seperti tersentak.
Lebih-lebih, apabila ketika para ahli sedang mencari-cari 18 tahun kehidupan
Yesus yang tidak dikisahkan dalam Pejanjian Baru.
Hal ini tampak dari judul buku Charles Francis Potter, The Lost Years of
Jesus Revealed. Jadi, banyak orang harap-harap cemas dengan penemuan
terbesar abad ke-20 tersebut, secara khusus dalam usaha mencari "benang
merah" dengan sejarah Kekristenan mula-mula. "Dalam banyak segi", tulis
Duport Summer, "Tuan (Master) Galilea itu tampak sebagai seorang reinkarnasi
Guru Kebenaran dari Qumran yang sangat mencengangkan". Sedangkan Potter,
sambil mengemukakan teorinya bahwa kaum Eseni Qumran adalah "ibu dari
Kekristenan", secara lebih bombastis lagi menulis:

Dan sekarang setelah terbukti bahwa sejarah Kekristenan dapat ditemukan
dalam masyarakat yang disebut Perjanjian Baru (B'rit ha-Hadasah) yang biasa
disebut Eseni. Masalah penting yang menantang seluruh dunia Kristen ialah,
apakah seorang anak akan mempunyai keperwiraaan, keberanian dan kejujuran
untuk mengakui dan menghormati ibunya sendiri.

Robert Einseman, salah seorang dari sarjana peneliti Qumran yang sangat
liberal, menunjukkan bahwa banyak petunjuk yang dengan jelas menghubungkan
Qumran dengan Kekristenan awal. Einseman berangkat dari fakta bahwa
Kekristenan Yahudi awal di Yerusalem disebut Notzrim (im bentuk jamak), yang
menunjuk komunitas "pengikut Yesus, orang Nazaret" (Kisah Para Rasul 24:5;
Matius 2:23). Akan tetapi Robert Einseman menghubungkan nama Kekristenan
awal ini dengan istilah Ibrani "notseri" (yang memelihara). Jadi, cocok
dengan komunitas Qumran yang juga disebut "Notzeri ha-Berit" (yang
memelihara Perjanjian).

Selanjutnya, Einseman juga mengemukakan fakta tentang adanya komunitas
Kristen Yahudi pada abad ke-2 Masehi di Jabal Fahin (Yunani: Pella),
seberang Yordan, yang disebut "Ebionit". Karena istilah ini berasal dari
bahasa Ibrani Ebiyon (orang-orang miskin), maka cocok dengan identitas
jemaat Yerusalem sendiri (Galatia 2:10).

Data-data ini oleh Einseman ditafsirkan sedemikian rupa, sehingga
terbangunlah teorinya yang menganggap bahwa Guru Kebenaran (Moreh hassadeq)
yang disebut dalam naskah-naskah Qumran itu adalah Yakobus, saudara Yesus
yang juga digelari Ha-Tsadiq (Yang Benar) dalam Gereja kuno. Sedangkan 2
tokoh lain yang juga disebut-sebut dalam naskah Qumran adalah Imam yang
jahat, yang oleh Einseman ditafsirkan Kayafas dan Pendusta adalah Rasul
Paulus.

Dengan menyebut Paulus sebagai pendusta maka Einseman mempertentangkan
Kekristenan yang Paulinis dengan Kekristenan Yahudi di Yerusalem. Walaupun
ada kemiripan yang ditemukan mengenai komunitas Qumran dengan Kekristenan,
semua teori yang disebut di atas terus berubah. Kalau di awal-awal penemuan
naskah ini sosok Guru tergolong cukup misterius, kini menjadi tidak lagi
setelah data-data semakin lengkap direkontruksi. Memang, istilah-istilah
Eseni, Oseni, Natsorea, Ebiyonim, Notsrim, Hasidim, Zaddikim tampak sebagai
variasi-variasi atas tema yang satu dan sama. Istilah Eseni, misalnya,
berasal dari kata "osei hattorah" (mereka yang melakukan Torah). Jadi,
meskipun nama-nama itu berkaitan, tetapi semua menunjuk kepada latar
belakang warisan spiritual bersama. Artinya, sangat gegabah untuk waktu
sekarang mencari asal-usul istilah Perjanjian Baru dari Qumran, sebab
istilah itu berakar dari pengharapan Yudaisme pada umumnya (bnd. Yeremia
31). Juga, mengasalkan tema Injil Yohanes tentang "terang dan gelap" dari
salah satu naskah Qumran (1QM) berjudul Milkamah (Perang). Naskah ini memuat
"Peperangan anak-anak Terang dan anak-anak Kegelapan". Sebab tema gelap dan
terang adalah tema umum Yudaisme, dan lagi dalam pandangan Qumran peperangan
itu bersifat abadi. Sedangkan dalam Injil Yohanes: "Terang itu bercahaya
dalam kegelapan, dan kegelapan itu tidak menguasainya." (Yohanes 1:5).

Jadi, terlalu pagi untuk meyimpulkan bahwa asal Kekristenan dari kaum Eseni
di Qumran. Apalagi untuk menyimpulkan bahwa Guru Kebenaran itu Yesus
sendiri, suatu kesimpulan yang dilakukan oleh 2 penulis Islam yang "tidak
berasal dari kalangan ahli". Berdasarkan atas 2 penelitian orang lain yang
belum final, 2 penulis ini: O. Hasyem, Tantangan Dari Qumran, dan Saleh A.
Nahdi, Nafiri Maut dari Lembah Qumran, dengan identifikasi Yesus sebagai
Guru Kebenaran bahwa mereka menghukum ajaran Kristen sebagai pemalsuan
kemudian dari ajaran Yesus yang asli. Alasannya, antara ajaran Guru
Kebenaran dan Yesus memang berbeda. Misalnya, Yesus mengaku diri Mesias,
sedangkan Guru Kebenaran justru menantikan kedatangan Mesias.

Padahal perbedaan itu memang jelas, sebab masa hidup Guru Kebenaran itu
memang sebelum zaman Kristus. Jean Danielou, dalam The Dead Sea Scrolls and
Primitive Christianity menulis bahwa Guru Kebenaran sudah wafat pada tahun
50 SM. Lebih-lebih, penemuan terakhir dari The Dead Sea Scrolls. Menurut
penelitian O'Chalagan, ternyata salah satu naskah berbahasa Yunani yang
ditemukan di Gua 7 adalah serpihan fragmen Injil Markus 6:52-53 dan 1
Timotius 3:16, 4:3.12) Bukti baru ini menunjukkan bahwa teori selama ini
yang menentukan penulisan Injil Markus setelah tahun 60 akan gugur. Sebab
menurut kesaksian sejarahwan Yahudi, Flavius Yosepus dalam Antiquities of
The Jews, bahwa komunitas Qumran berakhir akibat serangan militer Roma pada
tahun 68 Masehi.

Jadi, karena Injil ini sudah ada di Qumran, kemungkinan dibawa oleh
orang-orang Kristen yang mengungsi setelah pecah perang Yahudi tahun 66 M,
maka Injil harus ditulis pada masa yang lebih awal lagi. Bahkan ditemukannya
fragmen Surat Paulus di Qumran, jelas telah menggugurkan teori pertentangan
Yakobus dan Paulus sebagaimana dikemukakan di atas.

DIMANAKAH YESUS KETIKA BERUSIA 12-30 TAHUN?
Dari deskripsi tersebut di atas, jelas bahwa semua teori yang mencari-cari
"the silent period" Yesus itu, akan tinggal sebagai spekulasi cerdik belaka.
Bahkan teori-teori seperti itu sebenarnya tidak akan mucul apabila kita
memahami dengan baik kebudayaan dan agama Yahudi, yang menjadi latarbelakang
kehidupan Yesus, "yang lahir dari seorang perempuan yang takluk kepada hukum
Taurat" (Galatia 4:4).

Mengapa Yesus hanya ditampilkan hanya kelahiran-Nya, usia 12 tahun dan baru
ditulis lagi setelah berusia 30 tahun? Dari perspektif Yahudi, hal itu bukan
hal yang aneh, sebab menurut budaya Yahudi seorang laki-laki baru boleh
mengajar di depan umum pada usia 30 tahun.

Menurut hukum Yahudi, usia seorang anak digolongkan dalam 8 tahapan:

1) Yeled, "usia bayi";
2) Yonek, "usia menyusu";
3) Olel, "lebih tua lagi dari menyusu";
4) Gemul, "usia disapih";
5) Taph, "usia mulai berjalan";
6) Ulem, "anak-anak";
7) Na'ar, "mulai tumbuh remaja"; dan
8) Bahar, "usia remaja".

Dari catatan tentang kehidupan Yesus dalam Injil, kita hanya membaca tiga
klasifikasi usia saja yang dimuat, yaitu bayi (yeled), usia disapih (gemul),
ketika ia diserahkan di Bait Allah di hadapan Simeon dan Anna, dan remaja
(bahar, 12 tahun) ketika Yesus diajak Mar Yusuf dan Sayidatina Maryam, kedua
orang tuanya, ke Yerusalem.

Mengapa Yesus muncul pada usia 12 tahun? Karena usia 12 bagi tradisi Yahudi
zaman Yesus begitu penting, karena seorang anak laki-laki Yahudi harus
melakukan upacara yang disebut Bar Mitzvah (anak Hukum).

Menurut legenda Yahudi, pada usia 12 tahun Nabi Musa meninggalkan rumah
putri Firaun, Samuel menerima suara yang berisi visi Ilahi, Salomo (Nabi
Sulaiman) mulai menerima Hikmat Allah dan Raja Yosia menerima visi reformasi
agung di Yerusalem. Dalam rangkaian ritus Yahudi itu Yesus harus melakukan
'aliyah (naik) dan Bemah (menghadap mimbar untuk menerima kuk hukum Taurat).
Upacara ini dilakukan pada hari Sabat, karena itu disebut juga thepilin
Shabat. Sejak abad-abad Pertengahan, usia Bar Mitzvah dilakukan pada usia 13
tahun. Menurut literatur Yahudi abad pertengahan Sepher Gilgulim, semua anak
Yahudi sejak usia 12 tahun, mulai menerima ruah (roh hikmat) dan pada usia
20 tahun ditambahkan baginya nishama (reasonable soul, "jiwa akali").

Mulai usia 20 tahun tersebut seseorang harus memasuki sekolah khusus Yahudi
(Bet Midrash). Sedangkan tahapan-tahapan pendidikan Yahudi adalah sebagai
berikut: Mikra (membaca Taurat) mulai usia 5 tahun, Mishna mulai usia 10
tahun, Talmud pada usia 13 tahun (zaman Yesus 12 tahun); Midrash pada usia
20 tahun, dan sejak usia 30 tahun baru boleh mengajar di depan umum.

PENUTUP
Dari tahapan-tahapan pendidikan Yahudi pada zaman Yesus serta latar belakang
agama dan budayanya, jelas bahwa spekulasi-spekulasi mengenai 18 tahun
kehidupan Yesus yang hilang, sama sekali tidak mempunyai landasan sejarah.
Jadi, kemana Yesus selama 12 tahun sampai 30? Jawabannya, berdasarkan
data-data Injil sendiri (Matius 13:55; Markus 6:3), Yesus menjalani
kehidupan sebagaimana layaknya anak-anak Yahudi dan ia bersama keluarganya
bekerja di Nazaret sebagai tukang kayu.

Mengapa kisah kehidupan-Nya baru dicatat setelah usia 30 tahun? Karena
memang demikianlah lazimnya kehidupan orang Yahudi, sedangkan usia 12 tahun
juga disinggung karena sebagai usia Bar Mitzvah. Maka adanya
spekulasi-spekulasi Yesus sampai di India untuk belajar yoga bersama
guru-guru dari Timur jauh, adalah fiksi yang hanya menarik didengar,
ketimbang dibuktikan secara historis.

Suka dengan artikel ini? [Bagikan artikel ini ke teman2-mu di FACEBOOK. Klik disini]


Posted: 19 July 2006 10:045203 Reads - Print
Ratings
Please select your Rating:
No Ratings have been Posted.
Artikel Sebelumnya:
Iman, Ilmu Pengetahuan adalah Sekutu Bukan Musuh

Jadikan Saya Sebutir Ubi

Kadal yang Terjerat

Cerita dari Afrika

Kristianitas adalah sebuah hubungan, bukan sebuah ideologi, kata Paus

Artikel Lainnya:
Renungan Harian Katolik RenunganPKarmCSE.com

Koleksi ucapan/sms Selamat Tahun Baru 2011

Pesan Paus untuk para Imam: "Kita Harus nge-Blog"

Penyakit Kawasaki Hadir di Indonesia;; 5.000 Balita Menderita Penyakit Kawasaki;; RS Omni Dirikan Kawasaki Center

Netbook HP (Notebook mini Hewlett-Packard) yang paling dicari saat ini: HP mini 1013TU, HP 1169, HP 1179

Melakukan Lima Usaha Marketing (3)

Membangun Spirit Bangsa

Milis Yahoogroups yang mendadak hilang/dihapus

I Love You, Honey

Jurus-Jurus Marketing Inspirasional (Jurus Orchard Road)



It's free for YOU. Gratis untuk ANDA!