Aku, Sony sudah bekerja 10 tahun sebagai sopir bis PPD. Saat itu umurku
sudah menjelang 32 tahun. Orangtuaku sudah sering menanyakan via surat agar
aku segera menikah. Permintaan mereka aku anggap wajar-wajar saja, berhubung
di usia demikian berbagai pertanyaan timbul dari sanak-saudara. Ada perasaan
minder didalam hatiku untuk mempersunting gadis Tapanuli. Salahsatunya
karena biaya pernikahan/adat sangat menguras biaya. Padahal pendapatan
seorang sopir bis tidak terlalu banyak. Cari pagi makan sore. Nggak sempat
menabung. Dengan pertimbangan itu aku berketetapan hati menikah dengan
seorang gadis jawa yang berprofesi sebagai guru SD. Pacarku itu putri
seorang haji.
Pada saat hubungan pacaran kami sudah menjelang satu tahun dan sudah
mengenal pribadi masing-masing, kami berdua sepakat untuk menikah.
Tibalah kami pada persoalan acara nikah apakah dilakukan dengan cara agama
Islam atau diberkati digereja. Saya ngotot tidak mau dinikahkan dengan cara
agama Islam. Diapun berkeras tidak mau diberkati di gereja. Jalan tengah
kami ambil yaitu menikah di kantor catatan sipil.
Kehidupan baru berjalan biasa-biasa saja. Sebagaimana keluarga
lainnya,keluarga kami dikaruniakan 4 orang anak.
Selama itu juga isteriku selalu melakukan sholat 5 waktu dengan tekun. Saya
juga selalu melakukan doa bersama dengan anak-anak di rumah.Setiap hari
minggu saya dan anak ibadah di gereja.Demikianlah kami menjalani kehidupan
beragama dan saling menghormati agama masing-masing.
Kami saling mengingatkan kewajiban beribadah. Memang ,satu hal yang kujaga
adalah agar aku selalu dekat dengan anak-anak.
Setiap malam,aku sisihkan waktuku bagi anak-anak untuk berdoa bersama-sama.
Setiap kami kebaktian, saya selalu bilang sama isteriku demikian: "Ma..kami
dan anak-anak mau kebaktian dulu, karena mama Islam, saya mohon agar mama
masuk kamar atau sholat saja".
Demikianlah saya lakukan selama sembilan tahun kehidupan rumah tangga kami.
Rupanya dari pantauan isteri saya selama ini: Dia bekata dalam hati
demikian(pengakuan isteri saya): "koq kompak amat ,anak dengan bapa?"
Diam-diam,tanpa saya ketahui,selama itu juga dia mepelajari Alkitab.
Dia membaca Firman Tuhan dalam Matius 22 ;37-40 yaitu tentang kasih. Selama
ini dia selalu berpikir negatif tentang Alkitab bahwa itu adalah tulisan
manusia yang sudah dirubah disana-sini. Informasi ini dia dapat dari
kotbah-khotbah jumat di Masjid. Kitab suci orang Kristen ternyata
mengajarkan Kasih.
Yang dikatakan pemimpin-pemimpin agama Islam di Masjid ternyata tidak benar.
Itulah kesimpulan isteriku.
Suatu hari aku berkata sama isteriku: "Ma..aku mau membawa anak-anak untuk
di babtis."
Tak saya sangka pernyataan Isteriku demikian: "Pa..jangan anak-anak saja di
baptis,aku juga ikut dibabtis".
Hatiku sangat bersuka saat itu. Pengakuan yang datang dari mulut isteri saya
sendiri. Aku menangis terharu karena begitu gembiranya saya saat itu.
Puji Tuhan,aku bersyukur, ternyata Tuhan mengabulkan doaku yang cukup lama.
Ternyata kita harus bertekun dalam doa menunggu waktu Tuhan. Pada hari
Minggu berikutnya,kami sama-sama pergi ke gereja dan hamba Tuhan membaptis
Isteriku dan anak-anak.
Demikianlah kesaksian hidup Sony dalam menjalani kehidupan beda
agama.Akhirnya mereka bersatu dalam kasih Tuhan yesus.
Salam
Walsinur Silalahi
Suka dengan artikel ini? [Bagikan artikel ini ke teman2-mu di FACEBOOK. Klik disini]