Dicopy dari: Siaran Pers SAGKI 2005
Bangkit dan Bergeraklah
Gereja Katolik Indonesia mendorong seluruh umatnya untuk melaksanakan serangkaian tindakan nyata pada titik-titik sasaran yang tepat, agar terbangun gerakan yang berkesinambungan demi terwujudnya Keadaban Publik baru bangsa Indonesia. Sebagai umat minoritas, amatlah terbatas apa yang dapat dilakukan Gereja. Sementara itu gereja percaya bahwa banyak pihak lain merasakan kebutuhan yang sama akan terciptanya Keadaban Publik di negara tercinta ini. Karena itu gereja mengajak semua pihak lain yng berkehendak baik, untuk bersama-sama bergerak membentuk keadaban publik baru itu.
Dorongan tersebut dicanangkan pada akhir Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 2005 di Wisma Kinasih, Caringin Jawa Barat hari Minggu tanggal 20 November 2005, sebagai tindak lanjut Nota Pastoral KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia) 2004 yang antara lain menyebutkan betapa keadaban publik di Indonesia telah rusak. Dorongan tersebut diharapkan mampu meningkatkan semangat Gereja terlibat dalam masalah keprihatinan bangsa, yang sekaligus merupakan keprihatinan gereja.
Dalam perjumpaan sejak Rabu (16/11) sore itu, 36 uskup dari seluruh Indonesia berkumpul bersama lebih dari 300 peserta lain yang mewakili umat katolik seluruh Indonesia dan menganalisa secara objektif situasi ketidakadaban publik negeri ini dengan kaca mata iman. Sidang melihat bahwa ketidakadaban publik itu telah berlangsung begitu lama sehingga Poros Badan Publik, Poros Pasar maupun Poros Komunitas warga telah terbiasa hidup dalam kondisi di mana misalnya tidak ada lagi rasa bersalah ketika melakukan hal-hal yang salah. Kondisi itu telah berlangsung begitu lama, sehingga telah tercipta habitus yang bahkan menganggap hal yang salah sebagai sesuatu yang benar.
Karena Gereja Katolik Indonesia merupakan bagian dan punya andil - langsung atau tidak langsung - dalam ketidakadaban publik itu, Sidang Agung melakukan pertobatan dan mencoba mencari jalan untuk membentuk habitus baru yang berkeadaban publik. Berbagai bentuk keetidakadaban publik yang paling mendesak untuk ditanggulangi bersama - tidak kurang dari 17 bidang ketidakadaban publik - dibahas selama tiga hari penuh untuk mencari titik-titik sasaran yang bisa ditembus dan merumuskan tindakan-tindakan nyata yang jika dilakukan bersama dalam gerakan yang berkesinambungan, dapat membangun habitus baru yang berkeadaban publik.
Untuk mencapai maksud itu, komunitas basis diyakini sebagai kelembagaan yang paling sesuai untuk melakukan gerakan, di mana orang muda mengambil peranan utama. Melalui Sidang Agung ini Gereja Katolik Indonesia menyadari bahwa pemberdayaan komunitas basis maupun orang muda merupakan kunci keberhasilan gerakan membangun habitus baru itu. Sidang Agung merekomendasikan supaya perangkat pastoral di KWI, keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki, memfokuskan program mereka untuk mendukung gerakan ini. Diharapkan suatu sistem dan perangkat pemantauan yang efektif dapat segera dirumuskan untuk memastikan agar tindakan-tindakan nyata dapat berkembang menjadi gerakan dan agar gerakan menjadi berkesinambungan.
Sidang Agung juga menyadari bahwa umat Katolik Indonesia tidak mungkin sendirian berhasil menanggulangi begitu banyak ragam ketidakadaban publik itu. Habitus baru yang berkeadaban publik hanya bisa terwujud jika dilancarkan oleh sebanyak mungkin warga negara Indonesia dari berbagai suku, agama dan latar belakang yang berbeda-beda. Habitus baru hanya mungkin tercipta jika upaya penanggulangan begitu banyak ketidakadaban publik dilancarkan oleh gerakan yang luas, gerakan yang nasional, melibatkan semua pihak yang berkemauan baik.
Dikeluarkan di Caringin,
Pada tanggal 20 November 2005
Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia
ttd
Kardinal Julius Darmaatmadja, SJ
Ketua Panitia Pengarah SAGKI 2005
TDD
Dr. Francisia Seda
Sumber: http://www.st-andreas.org/news/text/008.htm
Suka dengan artikel ini? [Bagikan artikel ini ke teman2-mu di FACEBOOK. Klik disini]